Contoh Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu, Begini Aturannya

Read Time:4 Minute, 22 Second

warriorweeknow, Jakarta Kode Etik Penyelenggara Pemilu dalam Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia telah menjadi landasan yang kokoh bagi seluruh lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Dikeluarkannya Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Republik Indonesia No. 2 Tahun 2017 tentang Pedoman Perilaku dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum menekankan pentingnya penerapan prinsip etika pada setiap tahapan pemilu.

Kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara pemilu tidak hanya berdampak pada individu namun juga berdampak pada integritas dan kredibilitas proses demokrasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap Pedoman Perilaku ini sangat penting bagi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) mulai dari tingkat pusat hingga daerah.

Apabila terjadi pelanggaran terhadap Kode Etik Penyelenggara Pemilu, sanksinya dapat berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, hingga pemberhentian tetap sesuai ketentuan yang berlaku. DKPP mempunyai peran sentral dalam mengadili kasus-kasus pelanggaran UU Pemilu No. 17 Tahun 2017. Berikut contoh tambahan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang dirangkum warriorweeknow dari dkpp.go.id. Halaman dari berbagai sumber, Rabu (21/2/2024).

Pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu di Indonesia telah menjadi permasalahan yang sering muncul dalam konteks pemilu. Berdasarkan data DKPP, terdapat 34 kasus pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang ditangani DKPP, dari hasil penelusuran sebanyak 83 aduan yang masuk. Banyaknya kasus ini menunjukkan bahwa banyak pelanggaran yang dilaporkan dan patut ditindaklanjuti secara serius.

Selama periode 2012-2022, DKPP memutus 1.970 kasus pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu dari total 4.506 pengaduan yang diterima. Data ini menunjukkan tantangan dalam menjaga integritas dan kredibilitas proses pemilu di Indonesia.

Dalam putusan yang dijatuhkan, pelanggar diberikan berbagai sanksi mulai dari teguran tertulis hingga pemecatan tetap. Persetujuan ini menunjukkan keseriusan DKPP dalam menegakkan aturan dan menjaga kedisiplinan penyelenggara pemilu.

Contoh kasus pelanggaran kode etik yang diputus DKPP pada September 2021 melibatkan Ketua dan Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bavaslu) Kabupaten Dompo serta anggota Bavaslu NTB. Ia diberi teguran tertulis sembari mengarahkan KPU Dompo untuk menetapkan bakal calon yang memenuhi syarat, meski syarat masa jabatan lima tahun tidak terpenuhi. Kasus ini menyoroti pentingnya menjaga independensi dan integritas lembaga penyelenggara pemilu serta menjaga standar etika yang tinggi di setiap tahapan.

Meskipun banyak kasus yang diputuskan oleh DKPP, perlu diingat bahwa tidak semua pengaduan dikabulkan. Beberapa di antaranya tidak memberikan bukti pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dan mendapat status diangkat kembali. Hal ini menunjukkan pentingnya keadilan dalam proses hukum dan perlunya bukti yang kuat untuk menuntut pelanggaran.

Peraturan No. 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu disusun untuk menjamin integritas, kehormatan, independensi dan nama baik penyelenggara pemilu. Namun dalam praktiknya, banyak terjadi pelanggaran yang dapat merugikan tujuan peraturan ini.

Salah satu pelanggaran yang bisa terjadi adalah ketidakberpihakan penyelenggara pemilu. Pasal 8 menegaskan penyelenggara pemilu harus bertindak tidak memihak tanpa memihak partai, calon, atau peserta politik. Namun, dalam beberapa situasi, terutama di tingkat daerah, ada kemungkinan penyelenggara pemilu dipengaruhi oleh preferensi politik pribadi atau tekanan dari pihak tertentu.

Selain itu, terdapat potensi pelanggaran terkait penerimaan hadiah atau bingkisan dari calon kepada peserta pemilu, DPR, DPD, DPRD, atau kelompok kampanye pemilu, yang bertentangan dengan aturan. Pasal 8G menegaskan bahwa penyelenggara pemilu tidak boleh menerima hadiah atau hadiah lain yang dapat mempengaruhi independensinya. Namun, dalam praktiknya, penyelenggara pemilu menghadapi risiko mendapatkan pengaruh tidak langsung melalui hadiah atau penampilan tidak langsung.

Selain itu, mungkin saja terjadi pelanggaran terkait integritas. Pasal 9 menegaskan bahwa penyelenggara pemilu harus menyampaikan data dan informasi faktual secara akurat. Namun, dalam situasi yang melibatkan tekanan atau kepentingan politik, ada kemungkinan menyajikan informasi palsu atau mendorong narasi yang menguntungkan pihak tertentu.

Dalam upaya menjaga integritas dan profesionalisme, diperlukan mekanisme pemantauan yang efektif dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran Kode Etik ini. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mempunyai peran penting dalam mengatasi pelanggaran kode etik ini dan menjamin akuntabilitas penyelenggara pemilu.

Terakhir, meskipun peraturan-peraturan tersebut memberikan kerangka yang kuat untuk menjamin integritas penyelenggara pemilu, namun penerapannya masih rawan terhadap berbagai pelanggaran. Komitmen yang kuat dari semua pihak, termasuk DKPP, untuk secara konsisten menerapkan prinsip Kode Etik ini diperlukan untuk menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu.

Peraturan No. 2 Tahun 2017 tentang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Republik Indonesia merupakan pedoman penting bagi penyelenggara pemilu di Indonesia. Kode ini dikeluarkan untuk menggantikan Dewan Kehormatan No. 13 Tahun 2012, No. 11 Tahun 2012, dan No. 1 Tahun 2012 bagi Komisi Pemilihan Umum, Bawaslu, dan Penyelenggara Pemilihan Umum tentang Pedoman Perilaku Pemilihan Umum. Administrator.

Kode ini mencakup beberapa poin penting termasuk kode etik dan pedoman etika bagi penyelenggara pemilu. Poin pentingnya adalah soal integritas dan imparsialitas penyelenggara pemilu. Administrator harus menjaga integritas dan ketidakberpihakan mereka dan tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik praktis.

Selain itu, Kode Etik ini juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas. Manajer harus mengungkapkan informasi secara terbuka kepada publik dan bertanggung jawab atas tindakan dan keputusannya.

Kode ini juga memberikan pedoman untuk mengelola konflik kepentingan bagi administrator. Mereka harus menghindari konflik kepentingan dan jika terjadi, konflik tersebut harus dilaporkan dan ditangani secara transparan.

Dengan Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Republik Indonesia No. 2 Tahun 2017, diharapkan penyelenggara pemilu di Indonesia dapat menunaikan tanggung jawabnya dengan baik dan menjaga integritas serta imparsialitasnya guna mewujudkan pemerintahan yang bersih dan demokratis. Pemilu

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Di Forum UN CSW68, Founder dan CEO LSPR Tekankan Pendidikan Entaskan Kemiskinan
Next post Honda Akui Konsumen Luar Jakarta Masih Enggan Beli Mobil Hybrid